Hari ini saya agak sedikit tergelitik setelah membuka sosmed, dimana tertulis di group pada headline nya “KPAI : Home Learning Karena Corona, Banyak Guru Gagal Paham“ ,(sumber: RUANGGURU, Beranda > Berita Rabu, 18 Maret 2020).
Untuk saya pribadi dengan adanya statment seperti itu semakin memacu diri untuk dapat memberikan yg terbaik pada masa home elerning seperti saat ini, walaupun pasti diluar sana memunculkan banyak sekali reaksi dari para penggiat pendidikan “Guru”. Seperti yang kita ketahui bersama, kejadian yang sekarang sedang melanda Bekasi, Indonesia khususnya dan Dunia pada umumnya, bukan kemauan kita, namun merupakan ujian dari Sang Pencipta Allah SWT.
Dan sebagai umat beragama kita harus yakin dan percaya, bahwa Allah SWT memberikan ujian tidak akan melampaui batas kemampuan umatnya. Dan di setiap akhir dari ujian itu akan ada hasil yang sesuai dengan iman dan kepatuhan pada masing-masing umatnya.
Saat ini yang kita hadapi adalah makhluk Allah yang bernama virus corona (Covid 19), yang pencegahan dan penularannya dapat dilakukan dengan solusi Social Distancing (Jaga jarak bersosial).
Jaga jarak social seperti teori sosiologi yang dikemukakan oleh para sosiolog seperti Pitirin A. Sorikin, yang mengemukakan “bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata social.
Hal serupa juga diungkapkan oleh sosiolog, PJ Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa Belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan berdasarkan gengsi masyarakat.
Artinya, jarak sosial yang dikemukakan dua para ahli ini memang terjadi karena sebuah desain sosial atau karena faktor yang bersifat alami dan juga karena adanya mobilisasi yang membuat jarak.
Maka tidak salah jika pemerintah membuat keputusan untuk meliburkan para siswa seluruh jenjang mulai dari TK, SD, SMP, dan SMA bahkan perkuliahan. Tidak cukup dengan itu pemerintah juga membuat anjuran “Work From Home/ WFH” sesuai anjuran dari Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo,
“.. mari kita bekerja dari rumah, beribadah di rumah dan belajar di rumah” , hal ini dimaksudnya untuk memutus rantai dari penyebaran covid 19, dan bukan tanpa tujuan.
Saya sebagai seorang pendidik sangat terpacu bagaimana menyikapi hal tersebut, home learning bagi saya pribadi merupakan suatu tantangan, sadar apa yang ditakutkan oleh KPAI sebagaimana tertulis dalam headline diatas, hal tersebut juga ada dalam pikiran orang tua siswa, pasti mereka berpikiran tugas anak menumpuk, anak malah akan tertekan emosinya, psikologisnya dan akhirnya anak akan uring-uringan di rumah dan ujung-ujungnya akan sakit dan lain-lain. Hal inilah yang membuat para guru merasa tertantang, formula seperti apa yang akan diberikan untuk siswa-siswinya belajar di rumah selama sekian pekan.
Bukankah belajar tidak hanya menghafal, mengerjakan dan menyalin di buku tulis?Banyak hal yang dapat dilakukan oleh siswa-siswi kita, misalnya bercerita, olah raga, membersihkan lingkungan rumah, membuat video eksperimen, merangkai kata dalam membuat puisi, dan lain sebagainya.
Yang mana yang di katakan gagal paham? Kami tahu dan sadar mana yang harus dikerjakan sebagai bentuk tugas tagihan, dan mana yang harus dilakukan setiap hari sebagai pembiasaan dan di sekolah kami pembiasaan itu meliputi : Sholat Dhuha, Membaca Al-Qur’ah metode UMMI, Murojaah/ Hafalan Surat Juz 30, dan salah satu unggulan sekolah kami yaitu PBQ (Project Base Qur’an) dimana siswa-siswi kami akan menyusun dan membuat suatu project dari sebuah ayat yang dikutip dari Al-Qur’an.
Insya Allah kami tidak berjalan sendiri disini dalam mencerdaskan generasi melenial penerus bangsa, kami mempunyai orang tua walimurid yang begitu support kepada para putra-putrinya, selalu mendampingi dengan sepenuh hati, ikhlas dan penuh kesabaran. Apakah hal seperti yang dikatakan gagal paham? Mungkin tidak untuk kami Keluarga Besar SD Silaurahim Islamic School, Bersama Kita Hebat!
Yoyok Purnomo
SD SilaturahimIslamic School